Saat ini sudah ada beberapa merek mobil listrik yang dijual resmi di Indonesia. Namun, semuanya masih tergolong mahal, di atas 500 juta rupiah.
Misalnya, BMW i3s yang dibandrol 1,3 Milyar. Lalu Tesla, tipe termurahnya (Tesla Model 3) seharga 1,5 Milyar. Yang termurah Hyundai Ioniq, dijual seharga 569 juta. Artinya, mobil listrik saat ini masih menjadi bahan koleksi atau show off kemakmuran saja.
Hal ini terbukti dari ceruk terbesar pasar otomotif kita masih di kisaran harga 200-an juta rupiah. Mobil yang terlaris saat ini misalnya Avanza dan Expander, dibandrol tidak sampai 300 juta.
Selain masih mahal, masyarakat masih belum yakin benar terhadap mobil listrik, terutama soal kehandalan, belum banyaknya tempat pengisian listrik publik, dan persoalan jarak tempuh.
Artinya, agar bisa Laris dan diadopsi oleh masyarakat luas, mobil listrik setidaknya mempunyai tiga prasyarat:
- insentif pemerintah, baik berupa subsidi atau diskon pembelian, dan berupa pembebasan pajak dan Bea Balik Nama.
- lebih banyaknya lagi opsi tipe mobil listrik dengan harga di bawah 300 jutaan.
- Jarak tempuh minimal untuk satu kali pengecasan setidaknya 200 Km. Artinya, mobil listrik ini sudah bisa dibawa long trip, dengan asumsi 2 jam sekali beristirahat, sambil menunggu pengisian ulang baterai. Sebagai perbandingan, teknologi supercharger Tesla bisa mengecas 50% baterai dalam 20 menit, dan 75 menit untuk mencapai 100% (baterai 85 kWh).
- menggenjot ketersediaan fasilitas pendukung, seperti charger umum, subsidi listrik untuk charge mobil listrik, dan bisa juga kewajiban SPBU menyediakan charge mobil listrik.
- yang ideal tentunya mengakselerasi produksi mobil listrik dalam negeri, termasuk produksi baterai, sehingga bisa menekan harga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar